Cendana Dalangi Peredaran Uang Palsu

1 comment
Cendana Dalangi Peredaran Uang Palsu
JAKARTA (SiaR,16/3/99), Tommy Suharto, Bambang Tri dan Mbak Tutut terlibat dalam pembuatan uang palsu pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu, ironisnya uang tersebut digunakan untuk membayar kelompok masyarakat kecil dan preman bayaran guna mendukung operasi politik laskar Cendana.

Banyaknya uang palsu beredar di masyarakat tampaknya merupakan usaha anak-anak Soeharto untuk membiayai kegiatan laskar sipilnya. SiaR menemukan uang pecahan palsu yang banyak beredar di masyarakat berbentuk pecahan Rp 50 ribu dan Rp 20 ribu, dua pecahan Rupiah tertinggi. Uang palsu tersebut sekilas persis sekali dengan uang yang asli. Baik dari segi kualitas tintanya maupun kertas yang digunakan.

Menurut sumber SiaR jenis kertas yang digunakan adalah kertas yang lazimnya untuk bahan uang kertas, dan masuknya bahan kertas itu ke Indonesia tidak bisa sembarangan. Menurut sumber tersebut dahulu bahan kertas tersebut diimpor oleh 7 perusahaan yang mendapat ijin dari Perusahaan Uang Republik Indonesia (PERURI).

Perlu diketahui, pada era Orde Soeharto hanya 4 perusahaan saja yang boleh mendatangkan bahan kertas tersebut. Perusahaaan tersebut adalah perusahaaan milik Bambang Tri, Mbak Tutut, dan Tommy Suharto. Pihak swasta lain di luar keluarga Cendana yakni perusahaan milik Usman Sapta, seorang pengusaha dari Kalimantan.

Dalam beroperasi peredaran uang palsu tersebut keluarga Cendana menggunakan 11 orang pemasaran yang bertindak mencari nasabah yang mau membeli bahan kertas tersebut. Menurut sumber SiaR yang layak dipercaya , para pemasar itu kebanyakan dari kalangan ABRI dengan 5 orang otak pelaku. Yakni seorang pejabat tinggi PERURI, seorang brigjen dari Badan Intelejen ABRI (BIA), seorang mayjen anggota BAKIN era Sudibyo, seorang pengusaha dan seorang direktur Bank Indonesia.

Dalam prakteknya kasus peredaran uang palsu ini nyaris seperti praktek pencucian uang (money laundering). Contohnya, jika anda membeli sebanyak Rp 200 juta maka Anda akan mendapat uang "aspal" senilai Rp 500 juta. Itu belum termasuk honor para broker (istilahnya: "ranger fee"). Untuk honor mereka, 45% uang "aspal" Anda akan dipotong untuk para broker dan pemasar tersebut. Dengan demikian 55% sisanya jadi milik Anda. Menurut sumber tersebut bahkan lewat fasilitas seorang otak komplotan yang direktur Bank Indonesia bisa didapat no seri untuk uang tersebut hingga mirip uang asli. Namun no seri yang berlaku resmi tersebut juga digunakan oleh beberapa kertas mata uang pecahan lain. Ditengarai sebuah no seri tersebut bisa tercantum di puluhan kertas uang "aspal" tersebut.

Meski sepintas sama, secara kualitas uang "aspal" tersebut gampang untuk dicheck ke"asli"annya. Antara lain dengan menyinarinya di bawah cahaya ultraviolet. Yang palsu tak tampak tanda tersembunyi (hologram) bertulisan "BI". Selain itu, kalau mau diteliti, gambar tokoh yang disembunyikan dan baru bisa dilihat dicahaya juga berbeda. Pada yang palsu "si tokoh" dalam pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu lebih tua dan lebih jelek ketimbang yang asli. Kertas uang palsu juga mudah robek, meski dari bahan yang yang sama yaitu linen paper.

Menurut beberapa sumber SiaR di kalangan wartawan sudah banyak terjadi kasus penolakan uang yang diduga palsu saat disetorkan ke bank, setelah di periksa dengan infra merah ternyata uang tersebut palsu. Berdasarkan hasil investigasi SiaR proses pencetakan uang tersebut ternyata dilakukan di dua tempat yakni di sebuah percetakan swasta di daerah Bandung dan percetakan milik Tommy di Pulau Batam. Indikasi bahwa keluarga Cendana terlibat dalam penggunaan dan peredaran uang palsu tersebut adalah saat SiaR menemukan beberapa anggota Yayasan Kesejahteraan Masyarakat Indonesia (YAKMI) yang menceritakan kekagetannya saat menyetor uang ke bank swasta di daerah Ciputat yang ditolak kasir karena uangnya palsu dan langsung digunting.

"Beberapa teman saya juga mendapat perlakuan yang sama," ujarnya. YAKMI laskar sipil yang bermarkas di perumahan Permata Pamulang, terdiri dari preman yang direkrut dan dilatih di Rindam Jaya selama 2 minggu guna menjaga kepentingan keluarga Cendana. Mereka digaji sebesar Rp 200 ribu saat latihan dan Rp 600 ribu saat tugas. Konon kelompok ini mempunyai sekitar 14 ribu anggota. Jika Satgas Tenaga Bantuan Sukarela (TEBAS) yang dipersiapkan YAKMI saat Sidang Istimewa November 98 lalu bersama Pasukan Pengaman Swakarsa (PAM-SWAKARSA) sadar bahwa mereka diupah dengan uang palsu yang dikeluarkan keluarga Cendana, mungkin mereka akan berpikir dua kali untuk rela berhadapan dengan mahasiswa .***

Sumber : https://www.library.ohiou.edu/indopubs/1999/03/16/0036.html
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

1 komentar:

  1. Puji syukur saya panjatkan kepada Allah yang telah mempertemukan saya dengan Mbah Rawa Gumpala dan melalui bantun pesugihan putih beliau yang sebar 5M inilah yang saya gunakan untuk membuka usaha selama ini,makanya saya sengaja memposting pesang sinkat ini biar semua orang tau kalau Mbah Rawa Gumpala bisa membantuh kita mengenai masalah ekonomi dengan bantuan pesugihan putihnya yang tampa tumbal karna saya juga tampa sengaja menemukan postingan orang diinternet jadi saya lansun menhubungi beliau dan dengan senang hati beliau mau membantuh saya,,jadi bagi teman teman yang mempunyai keluhan jangan anda ragu untuk menghubungi beliau di no 085-316-106-111 rasa senang ini tidak bisa diunkapkan dengan kata kata makanya saya menulis pesan ini biar semua orang tau,ini sebuah kisa nyata dari saya dan tidak ada rekayasa sedikit pun yang saya tulis ini,sekali lagi terimah kasih banyak ya Mbah dan insya allah suatu hari nanti saya akan berkunjun ke kediaman Mbah untuk silaturahmi.Wassalam dari saya ibu Sartika dan untuk lebih lenkapnya silahkan buka blok Mbah disini 😃Pesugihan Putih Tanpa Tumbal😃

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.