Dokumen long form PwC masih belum tuntas menguak Baligate.
Keterlibatan sejumlah petinggi negara masih rapat tersembunyi.
_________________________________________________________________
KOTAK pandora itu bernama long form Pricewaterhouse Coopers (PwC). Begitu dibuka ke hadapan publik, Selasa pekan lalu, hasil special audit atas skandal Bank Bali itu langsung menghamburkan sejumlah nama. Setelah dua bulan diperam di laci Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Billy Joedono, laporan yang semula berklasifikasi maharahasia itu kini menjadi milik khalayak ramai;bisa dipesan di DPR asal ganti ongkos kopi.
Dokumen itu mengungkapkan sebuah peta arus transfer yang bercabang-cabang. Hanya dalam waktu dua minggu, terjadilah gelombang transfer bertingkat-tingkat. Sejak pertama kali digelontorkan ke rekening PT Era Giat Prima milik taipan gedung perkantoran, Joko S. Tjandra, pada 1 Juni silam, dana jarahan Rp 546 miliar itu tumpah-ruah ke ratusan kocek ''penadah", baik perorangan maupun lembaga.
Cuma, karena sempitnya waktu penyelidikan dan terbatasnya akses data ke sejumlah bank, penelanjangan skandal itu masih belum tuntas benar. Ada sejumlah penarikan tunai misterius dan transfer gelap yang masih mesti dikuak (lihat boks: Arus Fulus Ganjil). Beberapa nama petinggi yang jadi aktor kunci megaskandal ini diduga kuat masih bersembunyi di balik dokumen kontroversial itu.
Buntutnya, sejumlah pihak yang merasa ditelanjangi namanya kontan mencak-mencak. Beberapa di antaranya tengah menyiapkan gugatan balik ke arah lembaga auditor bereputasi internasional itu. Memang, kredibilitas dokumen itu terganggu adanya sejumlah data yang tak akurat. Ambil contoh saat PwC mencuatkan nama Didi F. Korompis. Salah satu penikmat dana jarahan itu ditulis sebagai anggota parlemen.
Ternyata, setelah dicek ke sana kemari, baik di markas Beringin maupun Senayan, nama itu tidak pernah tercatat.
Tapi, itu bukan berarti upaya mengadakan audit yang lebih komplet tak perlu dilakukan. Semuanya mesti ditelusuri. Dalam proses inilah, tak semua pihak yang tercantum dalam arus dana itu bisa langsung divonis bersalah. Pengadilanlah yang mesti mengetukkan palunya. Berikut adalah kisah di balik beberapa nama yang direkomendasikan PwC untuk terus dipelototi.
Bappilu Golkar
Setelah sempat mereda, badai Baligate kembali menerpa Beringin. Golkar secara kelembagaan ternyata tercantum dalam arus dana yang diurai PwC. Rekening Badan Pemenangan Pemilu Golkar tertera menerima Rp 15 miliar dari Marimutu Manimaren, seorang bos garmen PT Ungaran Sari Garmen (USG) yang juga wakil bendahara Partai Golkar.
Kisahnya berawal dari pengajuan pinjaman senilai Rp 30 miliar dari Manimaren ke Bank Lippo, pada 26 Mei silam. Hebatnya, hari itu juga pinjaman langsung dikucurkan ke rekening USG di Bank Lippo, Plaza BII. Keesokan harinya, melalui rekening Manimaren di Bank Lippo, Plaza Indonesia, fulus sampai ke account Arung Gauk Jarre di Bank Lippo, Lippo Center.
Dari sanalah pada 2 Juni-sehari setelah Bank Bali menggelontorkan fee Rp 546 miliar ke PT Era Giat Prima (EGP)-berlangsung tiga kali transfer, masing-masing Rp 5 miliar, ke rekening Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Pusat DPP Golkar di Bank Bumi Daya cabang DPR/MPR. nam hari kemudian, 8 Juni, EGP mentransfer Rp 30 miliar ke rekening USG. Keesokan harinya dana itu digunakan untuk menutup pinjaman-yang rupanya tanpa bunga-ke Bank Lippo.
Ketua Umum Golkar Akbar Tandjung membenarkan dana masuk ke kas partainya itu. Dana itu merupakan pinjaman dari Manimaren berjangka nam bulan. Utang dengan bunga nol persen itu secara bertahap lalu dilunasi melalui dana yang diperoleh dari sumbangan para simpatisan, kader, dan anggota Beringin. Cicilan terakhir lunas pada Oktober.
''Pokoknya kami siap mempertanggungjawabkannya secara hukum," katanya kepada Ardi Bramantyo dari TEMPO. Akbar menepis ancaman gawat tak boleh ikut pemilu mendatang karena partainya telah melanggar plafon batas sumbangan.
Penjelasan dari bendahara umum Golkar, Fadel Muhammad, senada. Utang itu, kata Fadel, berawal dari kepentingan partai yang mendesak. Karena itulah, pada 28 Mei ia menulis memo kepada Manimaren dan M.S. Hidayat selaku wakil bendahara untuk menggalang dana Rp 15 miliar-Rp 20 miliar. Dua hari kemudian, ia dikontak Manimaren, yang sanggup menyediakan Rp 15 miliar. Untuk urusan begini, pengusaha India itu memang dahsyat. ''Anda pikir dia orang miskin? Saya pernah lihat salah satu account-nya, isinya sekitar Rp 180 miliar," kata Fadel.
Menurut wakil bendahara Golkar, Enggartiasto Lukita, fulus yang mengalir ke kas Beringin tidak terkait dengan dana jarahan Bank Bali. ''Perlu dicatat, dana yang kami terima bukan dari arus PT EGP, tapi dari pinjaman Bank Lippo," katanya. Selain itu, data PwC itu tidak akurat. Soalnya, dana yang masuk ternyata bukan dari arus transfer seperti yang diungkapkan long form. Yang benar, pada 2 Juni itu, dari Manimaren, Fadel menerimanya dalam bentuk tiga lembar cek masing-masing senilai Rp 5 miliar.
Kalaupun itu benar, toh, masih tersisa sejumlah pertanyaan yang mesti dijawab. Awal Agustus lalu, Akbar dan Fadel selalu menyangkal menerima uang dari Joko Tjandra. ''Kami sebagai bendahara umum tidak pernah menerima dana tersebut," kata Fadel. Tapi, lalu kenapa dana untuk enutup utang Golkar ke Bank Lippo itu berasal dari kocek Joko? Juga, kenapa kucuran pinjaman itu berlangsung persis sehari setelah fee EGP dicairkan Bank Bali? Sebuah kebetulan?
Tanri Abeng
Kali ini mantan Menteri Negara Investasi dan Pendayagunaan BUMN itu sulit berkelit. Dua perusahaan miliknya, PT Mulia Multi Mandiri (MMM) dan PT Bintang Sido Raya (BSR), terbukti telah digerojoki duit Baligate. Kedua perusahaan itu telah menerima sejumlah transfer dari Arung Gauk Jarre, orang kepercayaan Tanri. Pada 27 Juli lalu, PT MMM menerima kucuran Rp 450 juta melalui rekening di Bank Lippo. Pada hari yang sama, BSR juga digerojoki Rp 1,2 miliar. Sebelumnya, pada 5 Juli, Rp 200 juta kembali menggelontor ke kas PT Tason Putra Mandiri (TPM).
Mulia Multi Mandiri didirikan pada 1980-an. Ini adalah anak perusahaan TPM yang berbisnis distribusi bir, air mineral, serta sejumlah merek minuman lainnya. Mayoritas kepemilikannya (60 persen) dikuasai Tanri Abeng, istrinya-Farida Nasution-dan kedua anaknya, Emil dan Edwin Abeng. Keluarga Abeng berpatungan dengan Grup Lippo, yang memiliki 40 persen saham melalui bendera PT Matahari Putra Prima.
Di perusahaan inilah Arung Gauk Jarre dipercaya Tanri sebagai tangan kanannya. Seluruh urusan pengelolaan dilimpahkan kepadanya. Pria sekampung Tanri itu-di Selayar, Sulawesi Selatan-juga diketahui menjabat Direktur di PT Mondialindo Graha. Ini perusahaan patungan antara Setya Novanto dan Emil Abeng, yang ternyata kerap menjadi kasir Kantor Menteri Negara BUMN saat dipimpin Tanri. Tapi, kepada TEMPO, awal September lalu, Tanri membantah semua keterlibatannya. Ia juga mengatakan Emil tidak tahu-menahu soal Mondialindo. Cuma, anehnya, dalam akta notaris pendirian perusahaan itu nama Emil jelas-jelas tercantum bersama Arung.
Arnold Baramuli
Nama tokoh yang disebut-sebut sebagai otak Baligate itu memang tak tercantum dalam peta arus dana PwC. Tapi itu belum berarti mantan Ketua Dewan Pertimbangan Agung itu bersih dari cipratan dana tak halal. Soalnya, nama petinggi negara yang sangat terkenal ini terkait dengan sebuah perusahaan yang terbukti telah ''menadah" dana jarahan si Jempol. PT Indowood Rimba Pratama, nama perusahaan itu, 15 Juni lalu terbukti menerima transfer Rp 5 miliar dari rekening Joko Tjandra.
Nah, di sinilah pentolan Iramasuka itu ternyata berkongsi dengan Kim Yohanes Mulia. Meski pontang-panting berupaya membantahnya, kepada TEMPO akhirnya Kim mengaku juga. Kesaksian serupa juga dibukanya di depan Pansus DPR periode lalu. Pengusaha licin yang sempat terkena kasus ekspor fiktif itu juga membenarkan telah menerima kucuran dana tak halal itu. Meski, katanya berkilah, itu imbalan dari transaksi dolar dengan Joko. ''Bukan karena kasus Bank Bali," katanya.
Cuma, rentetan fakta yang terungkap belakangan berbicara lain. Kim dan Baramuli terbukti berada di balik penyusunan surat sanggahan ''Rudi" (tanpa 'y') Ramli yang asli tapi palsu itu. Kesaksian mantan Menteri Keuangan Bambang Subianto dan Ketua BPPN Glenn Yusuf pun makin mengukuhkan sepak terjang Bung Naldi-demikian ia dipanggil-dalam rekayasa memuluskan perjanjian cessie antara PT EGP dan Bank Bali.
Freddy Latumahina
Ketua DPP Golkar ini dipergoki PwC kecipratan Rp 920 miliar. Dana itu ditransfer Manimaren melalui BBD cabang DPR pada 22 Juli. Padahal, beberapa waktu lalu, anggota MPR-bukan anggota DPR seperti ditulis PwC-dari FKP ini selalu menyangkalnya. ''Wah, enggak tahu. Saya heran, kok, bisa masuk di daftar itu," katanya kepada TEMPO beberapa waktu lalu.
Belakangan, setelah long form dibuka, Freddy tak punya pilihan lain. Ia mengaku dana itu diterimanya sebagai sumbangan dari Grup Texmaco-milik keluarga Marimutu. Dana dipakai untuk pemberangkatan tim drum band Tarakanita yang mewakili Indonesia ke pentas World Champions for Marching Show Bands di Sydney, Australia, 26 Juli-3 Agustus silam. Rombongan diberangkatkan dalam dua kloter: 26 dan 27 Juli.
Sementara itu, tertera dalam dokumen PwC, dana itu ditarik tunai Freddy dalam dua tahap: 22 dan 27 Juli. Artinya, penarikan terakhir baru dilakukannya persis pada hari rombongan kedua berangkat. ''Laporannya sudah disampaikan ke presiden dan Sekretariat Negara," kata tokoh Iramasuka ini.
Menurut salah satu ketua DPP Golkar, Ferry Mursyidan Baldan, Freddy menerima dana itu sebagai Ketua Ikatan Orang Tua Tarakanita. Sebelum berangkat, mereka sempat beraudiensi dengan Presiden Habibie. ''Mungkin waktu itu dijanjikan bantuan," kata Ferry. Yang mesti dipertanyakan: lalu kenapa Manimaren yang bertindak sebagai kasir?
Yayasan Orbit
Di sini nama Ny. Hasrie Ainun Habibie disebut-sebut. Soalnya, lembaga sosial yang peduli pendidikan ini dipimpin oleh sang mantan ibu negara. Yayasan itu ditulis PwC mendapat transfer Rp 2 miliar dari rekening Arung Gauk Jarre di Bank Lippo cabang Lippo Center. Tak jelas betul siapa penerima akhir dari kucuran dana itu. Cuma, menurut seorang petinggi Golkar, uang itu sebenarnya diserahkan Arung dalam bentuk cek tunai, langsung ke tangan Ny. Habibie. Ketika dimintai konfirmasi, Ny. Habibie menolak berkomentar. Pihak Orbit akan menggelar konferensi pers pekan ini. Sebuah gugatan ke arah PwC tengah mereka siapkan.
Agus Sudono
Rekening Wakil Ketua DPA yang dikenal dekat dengan Baramuli ini terbukti telah digerojoki Rp 1,5 miliar. Adalah PT USG yang pada 8 Juni lalu menyetor duit segunung itu ke pundi-pundinya di Bank Bukopin. Keesokan harinya, ia mentransfer Rp 1 miliar ke Siti Hamidah, yang kemudian menariknya tunai Rp 500 juta. Siapa gerangan Hamidah, belum jelas.
Menurut versi Agus, ''rezeki nomplok" itu diawali dari kerja sama Induk Koperasi Karyawan (Inkopkar) yang dipimpinnya dengan perusahaan garmen milik Manimaren itu. Tujuannya: membantu koperasi sebuah pabrik kabel di Tangerang, PT Sukako, yang 120 karyawannya baru terkena PHK. Juga untuk keperluan penelitian pengembangan koperasi dan usaha kecil menengah. Kontrak diteken pada 5 Maret 1999.
Ia mengaku semula tidak tahu-menahu dari mana fulus berasal. ''Ini musibah," katanya menambahkan. Setelah namanya dikait-kaitkan, Agus lalu minta klarifikasi dari Manimaren. Saat ini, katanya lagi, ia telah mengantongi pernyataan bersegel dari sang donatur bahwa uang itu tidak berbau Baligate. ''Itu urusannya Pak Manimaren, bukan urusan saya. Saya tidak merasa bersalah," katanya.
Agus boleh saja merasa tak bersalah. Cuma, ia masih mesti menjelaskan setidaknya satu hal. Jika benar digunakan untuk kepentingan Inkopkar, kenapa ia mesti memarkir dulu dana sejumlah Rp 200 juta dan Rp 250 juta ke deposito pribadinya dan istrinya pada 9 Juni? Pihak PwC juga menyatakan belum mengetahui siapa penerima akhir dari kucuran dana yang diraup Agus itu.
A Mongid
Kini, sulit bukan main menemui Asisten Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Bidang Pengentasan Kemiskinan itu. Ia seperti sedang main petak umpet dengan nyamuk pers. Tak salah lagi, itu berkaitan dengan namanya yang nongol di long form PwC. Pada 8 Juni lalu, sang pejabat terbukti menerima setoran Rp 1 miliar dari PT USG melalui cek tunai yang diteken Manahan Siregar.
Staf Ahli Menko Kesra Bidang Manajemen Informatika dan Telematika, Soetedjo Yuwono, membenarkan bahwa kantornya telah menerima dana itu. Rekening memang dibuat atas nama dua orang: Sekretaris Menko Soedarmadi dan Mongid sendiri. Duit itu dirancang bagi kegiatan kampanye beasiswa pendidikan anak-anak miskin. Dananya baru dipakai sekitar Rp 350 juta. Sisanya masih utuh tersimpan di bank. Kata Soetedjo, selama ini grup Texmaco milik fam Marimutu itu dikenal royal memberi ''berkah" ke kementerian ini.
Karaniya Dharmasaputra, Leanika Tanjung, Dewi Rina Cahyani, Darmawan
Sepriyossa, Adi Prasetya (Jakarta), R. Fadjri (Yogyakarta)
Witnesses identified during investigation
NO | WITNESS | POSITION | STATUS |
1 | Eksir Mahfujana | Bank Tiara | R |
2 | Loeki Putera | Bank Tiara- Vice President | R |
3 | Lucky Syafril | Bank Taiara-Foreign Exchange Departement | R |
4 | Siswo ikhsan | Bank Tiara-Head of Division | R |
5 | Suwito Ikhsan | Bank Tiara- Head of treasury | R |
6 | Tony Sechan | Bank Tiara-Director | R |
7 | Stephen Setiadi | Bank Universal-President Director | I |
8 | Andrew Dawson | BB-Head of finance | I |
9 | Buddy Wibowo | BB-Head of Legal and Compliance | I |
10 | Eddy Kurniawan | BB_Treasury manager | I |
11 | Elfie | BB-Secretary of Firman | I |
12 | Firman Soetjahja | BB-Vice President Direcor | I |
13 | Hendri Kurniawan | BB-Vice President Direcor | I |
14 | IG Mantera | BB-Human Resources Director | I |
15 | Irvan Gunardwi | BB-Legal Manager | I |
16 | Mike trigg | BB-Investigator | I |
17 | Rudy Robert Ramli | BB-President Director | I |
18 | Rudy Koesworo | BB-Vice President | I |
19 | Rusli Suryadi | BB-Director | I |
20 | Thomas Tan | BB-Vice President | I |
21 | Chaterina Widjaja | BDNI--Treasury Director | R |
22 | Djoko Setiawan | BDNI | R |
23 | Husni Ali | BDNI | R |
24 | Igan | BDNI | R |
25 | Loecky Indria | BDNI | R |
26 | Loeki Putera | BDNI | R |
27 | Marsello Taufik | BDNI | R |
28 | Musa Mahfudz Samed | BDNI | R |
29 | Melly Krisanti | BDNI | R |
30 | Sjamsul Nursalim | BDNI | R |
31 | Susanto | BDNI | R |
32 | Trisna Chandra | BDNI | R |
33 | Zainal Arifin Anwar | BDNI-Director | I |
34 | Zulfikli Abusuki | BDNI-Director | R |
35 | Abdul Basit | BI-Audit Team | I |
36 | Achwan | BI-Deputy Director | I |
37 | Ananda Pulungan | BI-Team 6 | I |
38 | Alfano Gokmatua | BI-Team 7 | I |
39 | Aswandi Effendi | BI-Director Investigations | I |
40 | David Angow | BI-Team 6 | I |
41 | Desmi Dimas | BI-head of account and Payment departement | I |
42 | Djoko Kurnijanto | BI_Team 7 | I |
43 | Dody Rushendra | BI_Audit Team | I |
44 | Dragono Lisan | BI-Deputy Director UPPB | I |
45 | Edi Siswanto | BI-Executive Bank Reseacher | I |
46 | Erman Munzir | BI-head of UPPB | I |
47 | Gandjar Mustika | BI_Audit team | I |
48 | Garda | BI | U |
49 | Iwan Prawiranata | Bi-Deputy Governor | I |
50 | Kokrosono Suhdan | BI-Bank Examiner | I |
51 | Siti Fadrijah | BI-Direcor bank Supervision | I |
52 | Subarjo Joyosumarto | BI-Director | I |
53 | Sjahril Sabirin | BI-Governor | I |
54 | Unang Hartiwan | BI-Team 6 | I |
55 | Yang Ahmad Rizal | BI-Deputy Director Internal Audit | U |
56 | Hendri Wiryakusuma | BUN | R |
57 | Herman Suryono | BUN | R |
58 | Leonard Tanubrata | BUN-ex Presiden Director | R |
59 | Tengku Alwin Aziz | BUN-Presiden Director | R |
60 | Umar Supardi | BUN-Director | R |
61 | Hariman Siregar | Golkar-pary member | R |
62 | Arwin Rasyid | IBRA- Deputy Chair Risk Management | I |
63 | Dasa Sutantio | IBRA-Group Head AMI | I |
64 | Eddy Fritz Sinaga | IBRA-Internal Audit | I |
65 | Edgar Affandi | IBRA-Senior Manager Bank Liabilities | I |
66 | Eko Santoso Budianto | IBRA-Deputy Chair AMC | I |
67 | Farid harianto | IBRA-Deputy chair Bank Restructuring | I |
68 | Fetty Kwartati | IBRA-Risk Management | I |
69 | Glenn MS Yusuf | IBRA-Chairman-current | I |
70 | Gustiono Kustianto | IBRA-Group Head- AMI | I |
71 | Hendro Santoso | IBRA-Group head AMC | I |
72 | Indra Rastiko Sunyoto | IBRA-Division Head Banj Liabilities | I |
73 | Indrawan Sumantri | IBRA-Loan Workout and Collection | I |
74 | Irwan Siregar | IBRA-Division Head-AMC | I |
75 | Iwan Prawiranata | IBRA-First Chairman | I |
76 | Pande N Lubis | IBRA-Deputy Chair Bank Liabilities | I |
77 | Parlien Andriyati | IBRA-Internal Audit | I |
78 | Sumantri Slamet | IBRA-Deputy Chair Operation Support | I |
79 | Toto Budiarso | IBRA-Vice president-Bank Liabilities | I |
80 | Djunaedi | Minister of Planing | R |
81 | Tanri Abeng | Minister of Privatisation of State Enterprise | R |
82 | Bambang Subianto | Minister of Finance | I |
83 | Bong No Lie | Money Broker | I |
84 | Djoko Soegiarto Tjandra | PT Era Giat Prima | I |
85 | Setya Novanto | PT Era Giat Prima | D |
86 | OC Kaligis | Lawyers | R |
87 | Douglass Beckett | Standard Chartered Regional Manager& caretaker of BB | I |
88 | AA. Baramuli | Supreme Advisory Council-Chairman | D |
89 | marimutu Manimaren | Treasure of Golkar party and brother of CEO Texmaco | R |
90 | Anthony Salim | R | |
91 | Marzuki Darusman | R | |
92 | Nasarudin Sumintapura | R | |
93 | Pradjoto | I | |
Key to Status: | |||
I=Witness interviewd during investigation | |||
U=Witness was unavailable | |||
R=Request for interview made, no response received | |||
D=Witness declined to be interviewed |
Sumber : http://baligate.8m.com/witness.htm
0 komentar:
Posting Komentar