Adakah Keterlibatan Komplotan Tentara Cendana Di Dalam Bisnis Uang Palsu ?

Leave a Comment
Setelah tertangkapnya beberapa pengedar dan sejumlah percetakannya, kini isu itu menghantam keluarga Cendana dan tentara. Pada akhir Juni lalu, polisi berhasil menggerebek sebuah percetakan uang palsu (upal) di Jl. Bhakti II Pasar Rebo Jakarta Timur. Dari percetakan ini selain mengamankan barang bukti berupa mesin cetak merk Hamada, pemotong kertas juga berupa sebundel uang kertas pecahan Rp50.000-an senilai Rp2,5 juta. Bahkan dari penggerebekan ini tercium adanya indikasi keterlibatan Ny. Titik Prabowo. Pasalnya, sejumlah saksi mengaku sering melihat Ny Titik sering bertamu di rumah kontrakan itu. Namun dalam perkembangannya, polisi tidak berani meneruskan penyelidikan terhadap isu ini. Sebaliknya, polisi justru berulang-ulang membantah tentang kemungkinan keterlibatan anak mantan Presiden Soeharto ini. "Jangan menuduh tanpa bukti. Setahu saya, yang diduga terkibat itu sejumlha oknum purnawirawan TNI," sergah Kaditserse Polda Metro Jaya Sr Super Intendan (Kolonel) Polisi Drs Herry Montolalu.

Memang, dari penangkapan sejumlah tersangka dua diantaranya adalah bekas perwira angkatan darat berpangkat Kolonel dan Letkol. Selain itu sedang diburu seorang Letnan Satu Agus Purnomo dari Kopassus, yang diakui oleh para tersangka sebagai otak, sekaligus pengontrak rumah seharga Rp4 juta setahun tersebut. Hanya saja pihak Kopassus membantah adanya anggota yang bernama Agus Purnomo itu. Lalu akhirnya sampai sekarang tidak ada tindak lanjut dari peristiwa menggemparkan ini.

Sementara itu dalam pekan yang sama, polisi juga berhasil menggerebek sebuah percetakan uang palsu di kawasan Cipinang Besar Utara Jakarta Timur. Dari percetakan ini diketahui adanya keterlibatan dua orang perwira menengah TNI AD. Tapi lagi-lagi sampai sekarang tidak ada kabar lanjutan. Bulan Maret lalu, sebuah percetakan uang palsu di Kelurahan Pasir Kuda, Kec. Ciomas, Kodya Bogor digerebek Reserse Polsek Jagakarsa, Jaksel. Uang palsu sekitar Rp3 miliar disita. Uang itu terdiri dari pecahan Rp50.000-an, Rp20.000-an, satu gepok mata uang Brasil, mesin cetak, mesin pengering, mesin press, dan tinta mesin cetak. Dari komplotan ini terlibat seorang pensiunan TNI AD.

Boro-boro masuk pengadilan, tersangkanya justru dibebaskan polisi. Jauh hari sebelumnya, polisi Yogyakarta telah berhasil menangkap tiga anggota TNI AU dalam kaitan bisnis uang palsu. Perwira aktif di Mabes AU Jakarta ini dibekuk polisi berikut barang bukti uang palsu senilai Rp120 juta. Dalam perkembangan kasus ini, yang diadili justru orang sipilnya yang terlibat. Sedangkan para tentaranya tak disentuh hukum. Hal yang sama juga terjadi pada penangkapan seorang perwira Mabes AU oleh Polres Sleman. Perwira AU tertangkap tangan karena sedang transaksi uang palsu senilai Rp200 juta di sebuah desa di perbatasan Magelang-Sleman.

Keterlibatan komplotan tentara dalam peredaran uang palsu sebenarnya sudah lama diketahui masyarakat. Ditangkapnya Kolonel CPM Soemarsono, yang juga manajer Tim Piala Thomas Indonesia adalah bukti baru bahwa tentara atau bekas tentara menjadi beking tindak kriminalitas. Soemarsono ditangkap karena diduga terlibat peredaran uang palsu senilai Rp4,7 milyar. Hanya saja, polisi Surabaya terkesan lamban dalam mengusut kasus ini. Sebab sudah tiga bulan lebih penyelidikan dilakukan, polisi belum juga berani memboyong kasus ini ke pengadilan. Yang paling heboh perihal palsu memalsu uang adalah digelarnya pengadilan terhadap para pemalsu uang yang bermarkas di Jl Palmerah Barat Jakarta Barat. Dari pemeriksaan mereka tersebutlah nama seorang jenderal yang saat ini menjadi Kepala staf Angkatan Darat, Jenderal.

TNI Tyasno Sudarto. Konon menurut saksi itu, dirinya pernah mendapat order dari Tyasno --ketika menjadi ketua Badan Intelijen Strategis-- untuk membuat uang palsu. Kontan saja, pengakuan ini menjadi isu seru, bahkan ada yang mengkaitannya dengan konspirasi lanjutan dalam rangka menggusur para jenderal yang berseberangan dengan Jenderal Wiranto. Menurut orang BI pemberantasan uang palsu sulit dilakukan, walaupun sudah ada Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu (Botasupal) yang beranggotakan Badan Koordinasi Intelijen Negara (Bakin), Kejaksaan Agung, Departemen Kehakiman, Departemen Penerangan, Departemen Keuangan (Ditjen Bea Cukai), Markas Besar Polri, Bank Indonesia dan Perum Peruri. Kesulitan ini sangat berkait dengan terlibatnya tentara dalam pembuatan dan peredaran uang palsi itu. Di samping semakin canggihnya teknik pemalsuan, saat ini kertas bahan pembuatan uang asli tak harus mendatangkan dari Portal (Inggris), Loussiental (Jerman), VHP (Belanda), Arjowiggen (Perancis), Crane (AS) dan Cartier Fabriano (Italia). Karena di Indonesia sendiri sudah berdiri sejumlah industri kertas yang menyerupai produk-produk mereka.

Apalagi pemalsuan uang tersebut diduga berkait dengan masalah politik. Menurut BI, jumlah uang palsu pecahan Rp50.000 terbanyak beredar adalah pada masa-masa kampanye menjelang pemilihan umum (pemilu), tepatnya pada Mei-Juni 1999. Jumlah uang palsu pecahan Rp50.000 yang beredar pada Mei 1999 sedikitnya 27.238 lembar (senilai Rp1,3619 milyar), sedangkan pada Juni 1999 sedikitnya 15.632 lembar (senilai Rp781 juta).

Setahun sebelumnya sebuah kelompok politik membuat uang palsu untuk membiayai operasi di lapangan ketika reformasi bergulir 1998. Lagi-lagi menurut catatan BI, pada Mei 1998 adalah bulan terbanyak peredaran uang palsu pecahan Rp50.000 beredar di masyarakat. Bank Indonesia (BI) mencatat jumlah uang palsu pecahan Rp50.000 yang beredar pada Mei 1998 sedikitnya mencapai Rp52,317 milyar. Sepanjang 1998, BI mendata 107.520 lembar uang palsu pecahan Rp50.000 (104.634 lembar di antaranya beredar Mei 1998), 9.758 lembar pecahan Rp 20.000, dan 59.633 lembar pecahan Rp 10.000. (*)

Sumber : https://www.library.ohiou.edu/indopubs/2000/08/21/0022.html
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.