Jokowi Akan Bangkitkan Orde Lama

Leave a Comment
Berric Dondarrion

Satu hal yang pasti sistem politik Indonesia sejak era reformasi berjalan menuju sistem yang digunakan pada saat orde lama, tepatnya pada masa parlementer, di mana parlemen atau DPR adalah penguasa Indonesia yang sebenarnya sedangkan MPRS dan presiden hanya simbol belaka. Sama seperti era parlementer, presiden pada era reformasi sangat lemah karena berbagai hak preogratifnya sudah dicabut dan diberikan kepada DPR dan berbagai komisi di luar pemerintahan.

Sekarang dengan berpeluangnya Jokowi naik menjadi presiden negara ini maka semakin dekatlah kita pada kembalinya Orde Lama sebab kepemimpinan Jokowi dan PDIP masih menggunakan paradigma Orde Lama. Apa paradigma tersebut? yaitu paradigma jargon, simbol dan agitasi serta propaganda namun tanpa visi dan misi yang jelas cara mencapai tujuan tersebut. Di bawah ini akan diberikan contoh dan komparasi antara Jokowi dan Soekarno sebagai pesiden saat Orde Lama:

Contoh pertama, Soekarno menjadikan dirinya sebagai simbol Indonesia dengan semua julukan demagoge yang berlebihan, yaitu Panglima Tertinggi ABRI; Pemimpin Besar Revolusi; Penyambung Lidah Rakyat Indonesia; dan Presiden Seumur Hidup. Demikian pula Jokowi memberi dirinya sendiri berbagai julukan demagoge yang sangat narsis seperti Superman Banjir, atau manusia setengah dewa atau nabi besar revolusi.

Contoh kedua, Soekarno suka menggunakan berbagai jargon untuk membangkitkan nasionalisme rakyat tapi tidak bisa dia laksanakan, misalnya berdiri di atas kaki sendiri atau berdikari, sebuah jargon yang sangat menggelorkaan nasionalisme tapi sampai akhir masa kepresidenannya Soekarno sangat bergantung kepada negara komunis seperti Uni Soviet dan RRC untuk persenjataan dan hutang luar negeri. Demikian pula Jokowi menciptakan jargon "Revolusi Mental", namun sebagaimana pernah saya sampaikan Revolusi Mental Jokowi hanya omong kosong dan tidak mempunyai arti apapun, dan bila ada yang perlu direvolusi mentalnya maka orang tersebut adalah Joko Widodo alias Jokowi.

Contoh ketiga, Soekarno sangat menyukai proyek-proyek mercusuar yang sangat mahal tapi tidak punya nilai tambah selain menjadi simbol yang bisa dibangga-banggakan Soekarno, pembangunan Monas dengan api emas misalnya. Jokowi dari Solo sampai Jakarta juga sangat menyukai proyek-proyek simbolis yang sangat mahal tapi tidak berguna untuk jangka panjang selain menjadi objek dibangga-banggakan Jokowi. Semua proyek mercusuar Jokowi di Solo sampai Jakarta mangkrak, misalnya Taman Waduk Pluit yang disimbolkan Jokowi sebagai bukti kesuksesan dirinya, tapi mengorbankan normalisasi Waduk Pluit yang sampai hari ini mangkrak.

Nah, Orde Lama karena Soekarno suka hal-hal simbolis; jargon-jargon nasionalisme; tapi tidak memiliki perencanaan untuk mewujudkan pemikiran tersebut mengakibatkan Indonesia masa Orde Lama sungguh semejana dan merana. Karena itu tidak heran juga bahwa Solo dan Jakarta di masa kepemimpinan Jokowi mengalami kemunduran di segala bidang, contoh paling jelas adalah Solo dan Jakarta bertambah miskin di tangan Jokowi. Di bawah ini akan dijelaskan beberapa penyebab bangkrutnya Indonesia pada masa Orde Lama sehingga ketika Orde Baru dimulai kita tidak mempunyai uang sepeserpun di kas ngara sementara hutang luar negeri mulai jatuh tempo dan juga tidak mempunyai aset untuk dijual ditambah hiper inflasi.

Pertama, PNI sebagai partai bentukan Soekarno adalah partai paling korup sepanjang Orde Lama (sama seperti PDIP partai paling korup sepanjang reformasi). Korupsi mereka dilakukan melalui dua badan hukum yaitu Yayasan Marhaen dan Bank Umum Nasional/BUN (didirikan tahun 1952 oleh Soewirjo, Wakil Ketua PNI). Contoh korupsi PNI adalah menggunakan orang-orang PNI di Kabinet Ali Sastroamidjojo seperti Dr. Ong Eng Kie yang menjabat sebagai Menteri Keuangan dan Iskaq sebagai Menteri Perekonomian (petinggi BUN) untuk memerintahkan berbagai yayasan negara dan bank negara seperti Yayasan Persediaan Perindustrian, Yayasan Administrasi dan Organisasi; dan BNI untuk membuka deposito di BUN.

Kedua, Orde Lama adalah yang menyebabkan pihak militer menguasai berbagai perusahaan dengan Soekarno memberikan perkebunan dan perusahaan agang milik Belanda kepada kontrol pihak militer salah satunya adalah Permina yang kelak menjadi Pertamina. Koruptor terbesar Pertamina, yaitu Ibnu Sutowo dan Achmad Tahir adalah direktur yang ditunjuk oleh Soekarno sejak zaman Permina.

Ketiga, karena kebobrokan sistem perekonomian Soekarno maka pada Agustus 1959 pemerintah mengeluarkan kebijakan moneter yang begitu fatalnya hingga seluruh deposito di atas Rp. 25.500,00 kehilangan 90% dari nilai sebenarnya. Yang lebih parah lagi karena inflasi tinggi dan kebijakan moneter Orde Lama sehingga pada tahun 1966 nilai aset semua perusahaan di Indonesia merosot tinggal 5% dari nilai investasi semula.

Keempat, pada tahun 1966 Indonesia mengalami kelangkaan paku, sekrup dan berbagai suku cadang lain karena orientasi pemerintah lebih memfokuskan diri kepada politik (Politik Sebagai Panglima demikian jargon PKI) dan melupakan dunia industri.

Kelima, Sepanjang tahun 1945 sampai tahun 1967, Soekarno hanya menghabiskan tenaga, pikiran dan sumber daya untuk kegiatan politik dan pembangunan ekonomi tidak memperoleh prioritas utama. Semua ini mengakibatkan pertumbuhan ekonomi mandek, 51,5% dari total pendapatan nasional berasal dari sektor pertanian dan sisanya dari hutang luar negeri; sektor lain seperti pertambangan, industri, bangunan dan perdagangan sama sekali tidak bergerak; inflasi pada saat Soekarno turun mencapai 660% (sebagai perbandingan titik tertinggi inflasi 1997-1998 hanya 70%) dan titik tertinggi menyentuh 1.130% (dua kali lipat inflasi Zimbabwe).

Kita baru berbicara tentang buruknya perekonomian Orde Lama dan belum berbicara tentang politik Orde Lama yang sangat mengerikan, seperti keberadaan komunis yang tentu saja PDIP adalah satu-satunya partai yang kental nuansa komunisnya karena banyak keturunan PKI dan petinggi PRD bergabung dalam PDIP.

Semua kehancuran Indonesia akan terulang kembali bila Jokowi menjadi presiden sebab pada dasarnya dia memang membawa dua elemen terburuk yang tersisa dari masa Orde Lama, yaitu PNI dan PKI yang tergabung dalam satu wadah, yaitu PDIP. Selain itu Jokowi juga tidak memiliki rencana mengubah bangsa ini selain melempar jargon, janji, pencitraan dan hal-hal simbolis lain tapi tidak berdampak apapun untuk membangun perekonomian Indonesia.

Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.